Sedikit, terinspirasi dari rangkaian peristiwa unik yang terjadi akhir – akhir ini.
Puncak dari segala ujian perkuliahan di tempat saya berkuliah saat ini yang kerap disebut SOOCA merupakan peristiwa yang benar – benar sangat fenomenal bagi individu seorang mahasiswa disini. Sebuah ujian dimana saya dan teman – teman dituntut untuk “paham” dengan segala pelajaran kedokteran yang kami pelajari selama ini, karena ujiannya itu ujian presentasi. Presentasi kasus yang mungkin terjadi pada pasien di lapangan dengan dukungan basic science nya. Ga ada istilahnya nyontek, ga ada istilah ngafal tok.
Ujian yang benar – benar ga akan pernah hilang sense of tegangnya meskipun berkali – kali dihadapi oleh mahasiswa disini (sepertinya, karena saya baru tahun satu sih, jadi kurang tahu realnya di tahun – tahun atas gimana, hehehehe). Nunggu giliran di ruang tunggu bersama jibunan anak – anak lainnya yang juga lagi sibuk bertarung dengan dirinya sendiri untuk menepis segala rasa takut, yang mulutnya lagi sibuk komat – kamit buat ngulang – ngulang hafalannya, atau yang lagi sibuk bersenda gurau bersama teman – temannya untuk sekedar menikmati proses menunggu giliran demi mempersiapkan show yang indah di depan penguji nanti. Ketika gilirannya pun datang, maka saatnya untuk cabut tiket berhadiah (undian kasus yang akan dipresentasikan) sambil harap – harap cemas mau dapet kasus yang paling dikuasai. Lalu, ke ruang isolasi untuk meramu segala bahan yang akan dipresentasikan di depan penguji nantinya, yang dituangkan dalam beberapa lembar flip chart. Dan akhirnya, klimaks dari semua rangkaian kejadian di hari ini adalah, ketika membuka pintu ruangan tutorial, “cklek”, dan di dalam ruangan telah ada 1 atau 2 orang dokter penguji yang siap untuk melakukan penilaian terhadap segala performance kita nanti ketika presentasi selama 20 menit. Semua hal bisa terjadi disini, mulai dari yang mulutnya lancar – lancar saja ketika mengucapkan segala jampi – jampi kedokteran, keringetan bercucuran kaya lagi makan masakan padang yang super pedas gara – gara ga nguasain kasus yang didapat, lupa seketika di dalam ruangan tutor padahal itu adalah bahan yang telah dipahami dan tertulis di flip chart.
Hmmmhhh…SOOCA SOOCA. Sesuai dengan sekelumit ilustrasi di atas, ujian dengan subjektifitas yang sangat tinggi ini menjadi sesuatu yang harus dipersiapkan oleh mahasiswa disini dengan benar – benar matang. Baik itu secara ikhtiarnya dalam artian belajar kasus – kasus dan basic sciencenya maupun “doa atau ibadahnya”.
Nah, inilah hal yang selalu menjadi perhatian saya setelah beberapa kali SOOCA disini. SOOCA benar – benar ujian yang sangat keren. Bisa membuat anak – anak yang mungkin shalat wajibnya saja masih bolong – bolong jadi melaksanakan shalat wajibnya itu di masjid. WAWW!!! Bahkan, setelah saya amati lebih jauh lagi, ternyata kondisi spiritual mahasiswa disini ketika menjelang SOOCA itu benar – benar meningkat. Ketika ditanyakan, “berapa kasus lagi??”, dan ternyata jawabannya adalah, “bismillah aja deh”. Terus, ketika mereka mengharapkan sesuatu di hari mereka SOOCA, mereka serta merta melafazkan nya dengan zahar, “ya Allah, berilah kemudahan untuk hamba di hari ini ya Allah”. Dan ketika ujian presentasi pun selesai, ada pertanyaan, “gimana tadi SOOCA nya??”, dan jawaban pada umumnya adalah, “alhamdulillah!!^_^”. Anak – anak senantiasa melafazkan ucapan – ucapan yang insya allah penuh kebaikan itu dengan ringan. Dan bukan hanya itu saja, masih banyak lagi contoh – contoh lainnya.
Tapi, ketika SOOCA telah selesai, ketika mahasiswa – mahasiswa tadi itu telah mendapatkan sesuatu yang memuaskan hati mereka, maka merekapun lupa dengan kebiasaan – kebiasaan baik yang telah mereka bangun akhir – akhir ini yang itu memang haruslah mereka lakukan ternyata sebagai seorang muslim. Mereka kembali ke keseharian mereka yang benar – benar jauh dari nafas islam kalau berbicara kondisi terburuknya. Dan parahnya lagi, ada yang malah mengumpat – ngumpat, kecewa berlebihan akan hasil yang didapat akan SOOCA nya, padahal itu jauh lebih baik dari beberapa teman lainnya yang mungkin nasibnya tidak sebaik itu, termasuk saya ketika SOOCA pertama disini. Namun, sayapun alhamdulillah teringatkan betapa mengerikannya orang yang kufur nikmat (tidak mensyukuri nikmat) itu disiksa di akhirat nantinya.
Nah, bukan berarti saya menulis ini saya mengecam dan melarang teman – teman untuk melakukan metode beribadah ketika masa – masa ujian seperti ilustrasi saya di atas. Lebih baik ada 1 kebaikan kan daripada tidak sama sekali. Tapi, satu hal yang benar – benar saya miriskan disini adalah, kita se akan – akan menjadikan Tuhan seperti apa yang coba diungkapkan oleh pepatah ini, “habis manis sepah dibuang”. Nau’dzubillahimindzalik!! Kita ingat Allah hanya ketika butuh saja, atau kita menjadi sedikit lebih meluangkan waktu untuk beribadah hanya ketika kita butuh saja. Butuh untuk dimudahkan ujiannya nya, butuh untuk ditinggikan nilainya. Dan ketika semua kenikmatan itu telah didapat, kita menjadi lupa untuk melakukan hal – hal yang sebenarnya memang harus kita lakukan, atau lebih parahnya lagi, kita lupa untuk bersyukur. Hmm..picik banget ya..
Nah para pembaca yang kucintai dan kusayangi, apa yang ingin coba saya sampaikan pada tulisan ini adalah, memang itu lebih baik untuk berubah sedikit lebih baik daripada tidak sama sekali. Tapi, alangkah lebih baik lagi kalau kita mempertahankan usaha untuk menjadi individu yang lebih baik itu lagi untuk masa – masa seterusnya. Kalau kita malah menjadi lebih tidak baik setelah Allah beri kenikmatan, sepertinya kita telah melakukan hal yang dikatakan oleh pepatah “habis manis sepah dibuang” itu kepada Tuhan kita. Nau’dzubillahimindzalik!!
So, apakah kita tergolong kepada orang – orang yang diungkapkan seperti pepatah barusan?? Mangga dijawab dengan aktualisasi ya..^_^
Dan mudah – mudahan ini juga menjadi semangat bagi saya pribadi untuk memperbaiki diri…amin